Home Top Ad

15 Tahun Lalu, Pesawat Garuda Menembus Angin Kencang Es Dan Mendarat Di Bengawan Solo

Share:
 Pesawat Garuda Menembus Badai Es dan Mendarat di Bengawan Solo 15 Tahun Lalu, Pesawat Garuda Menembus Badai Es dan Mendarat di Bengawan Solo
Lima belas tahun yang lalu, tepatnya pada 16 Januari 2002, pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 ditching atau mendarat di anak sungai Bengawan Solo. Penyebabnya, kedua mesin pesawat mati ketika terbang akhir menembus angin ribut hujan dan es.

Pesawat rute Lombok - Yogyakarta itu membawa 54 penumpang dan 6 kru. Seluruh penumpang selamat, tetapi seorang kru awak kabin ditemukan tewas, diduga akhir benturan ketika pesawat mendarat.

Peristiwa itu menghasilkan salah satu masukan yang penting untuk dunia penerbangan, khususnya pabrikan mesin pesawat berdasar pemeriksaan yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Namun sebelum melompat ke kesimpulan hasil pemeriksaan dan rekomendasi KNKT, mari mengulas kembali dongeng keajaiban yang terjadi 15 tahun yang kemudian itu.

GA421 dijadwalkan terbang dari Selaparang, Mataram, pada pukul 15.00 WITA. Pesawat B737-300 pendaftaran PK-GWA yang dipiloti oleh Kapten Abdul Rozak itu kemudian menuju ketinggian jelajah 31.000 kaki. Pesawat dijadwalkan datang di Yogyakarta sekitar pukul 17.30 WIB.

Namun ketika meninggalkan ketinggian jelajah untuk turun ke bandara Adisutjipto, di atas wilayah Rembang, kapten penerbangan memutuskan untuk sedikit menyimpang dari rute seharusnya, atas izin ATC. Hal itu dilakukan alasannya yaitu di depan terdapat awan yang mengandung hujan dan petir. Kru pesawat mencoba untuk terbang di antara dua sel awan badai.

Sekitar 90 detik sehabis memasuki awan yang berisi hujan, ketika pesawat turun ke ketinggian 18.000 kaki dengan kondisi mesin dalam posisi idle, kedua mesin tiba-tiba mati dan kehilangan daya dorong (thrust).

Pilot dan kopilot pun ketika itu mencoba untuk menghidupkan unit daya cadangan (auxiliary power unit/APU) untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi tidak berhasil. Penyelidikan yang dilakukan menyebut bahwa kru kokpit mencoba menyalakan mesin dengan interval setiap satu menit. Manual B737 yang dikeluarkan Boeing menyebut APU mesti dinyalakan dalam interval 3 menit sekali.

Ketika pesawat hingga di ketinggian 8.000 kaki, dan kedua mesin belum berhasil di-restart, pilot melihat alur anak sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk melaksanakan pendaratan di sana. Pesawat pun melakukan ditching tanpa mengeluarkan roda pendaratan maupun flaps (menjulurkan sayap).
 Pesawat Garuda Menembus Badai Es dan Mendarat di Bengawan Solo 15 Tahun Lalu, Pesawat Garuda Menembus Badai Es dan Mendarat di Bengawan Solo
Saran untuk industri mesin pesawat

Penyelidikan yang dilakukan oleh KNKT menyimpulkan bahwa training yang diberikan maskapai Garuda Indonesia kepada pilot-pilotnya dalam hal interpretasi radar cuaca tidak sebagaimana mestinya dilakukan, hanya diberikan secara tidak formal.

Jika kru mengubah sudut radar cuaca pesawat ke bawah sebelum meninggalkan ketinggian jelajah, maka kemungkinan mereka akan melihat jalur awan di depan dengan lebih baik.

Dari rekaman bunyi kokpit dan melihat kerusakan di hidung dan mesin pesawat, disimpulkan awan angin ribut yang ditembus GA421 kala itu bukan hanya berisi hujan saja, melainkan juga butiran-butiran es. Laporan menyebut air dan es tersebut mempunyai kepadatan yang tidak bisa ditoleransi lagi oleh mesin ketika kondisi idle, sehingga tidak bisa dinyalakan ulang.

Berdasar temuan tersebut, maka diterbitkan rekomendasi kepada pabrikan mesin pesawat. Mereka diminta untuk menciptakan mekanisme bagaimana meningkatkan kemampuan mesin ketika menghadapi situasi hujan angin ribut dan es, yakni dengan meningkatkan RPM minimum menjadi 45 persen dan melarang penggunaan autothrust dalam kondisi presipitasi tinggi. 

Selain itu, KNKT juga menawarkan rekomendasi untuk memperbaiki metode training awak pesawat dalam membaca gambaran radar cuaca, pabrikan radar cuaca harus meningkatkan sistem radar cuacanya supaya bisa lebih baik mengidentifikasi awan, serta perbaikan dalam mekanisme pemeliharaan baterai pesawat untuk maskapai.

Tidak ada komentar