Impian untuk menggapai sukses niscaya ada di benak semua orang. Namun, ada yang berhasil merealisasikannya dan yang tidak. Padahal berdasarkan Sukanto Tanoto, resep kesuksesannya tidak luar biasa. Bahkan, ia percaya semua orang bisa menirunya.
“Hanya ada dua faktor utama yang mengarah pada kesuksesan dalam karier seseorang, satu ialah ketekunan dan yang lainnya ialah keberuntungan. Dalam sebagian besar waktu, perjuangan insan memainkan tugas yang menentukan antara keberhasilan dan kegagalan,” ujarnya.
Sukanto Tanoto bermaksud menyatakan keberuntungan memang penting. Namun, lebih vital dari itu ialah perjuangan untuk menggapai sebuah target. Kalau hanya melaksanakan upaya minimal, jangan berharap untuk menerima hasil maksimal. Maka, kalau ingin sukses, upaya yang dilakukan harus total.
Akan tetapi, totalitas belum tentu cukup. Semua masih ditambah dengan keteguhan hati berupa semangat untuk melakukannya secara terus-menerus. Ini juga bisa diartikan sebagai spirit pantang menyerah.
“Saya percaya pada kerja keras untuk mencapai sesuatu. Karena keberuntungan melibatkan waktu yang tepat, lingkungan yang kondusif, dan faktor manusia. Tiga faktor ini harus tiba bersamaan, barulah keberuntungan terjadi,” ucap Sukanto Tanoto.
Kemauan untuk bekerja keras secara terus-menerus inilah yang belum tentu dimiliki semua orang. Banyak yang sudah mengalah begitu saja ketika melihat ada tantangan berat. Padahal, kalau mau sukses, gampang patah arang akan menjadi penghalang terbesar.
Sukanto Tanoto menandakan bahwa dirinya mempunyai spirit pantang mengalah yang besar. Kisah hidup dan petualangan bisnisnya yang naik turun merupakan bukti nyata.
Sejak muda, laki-laki kelahiran 25 Desember 1949 ini telah menjalani kehidupan yang keras. Ia pernah putus sekolah sebab sekolahnya ditutup akhir bencana G30S meletus. Malang bagi Sukanto Tanoto, ia tidak bisa bersekolah lagi di sekolah negeri sebab ayahnya masih berstatus sebagai warga negara asing.
Tak usang setelah mengalami cobaan berat tersebut, bencana alam lain dialami. Kali ini ayahnya sakit sebab bekerja terlalu keras. Sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara, Sukanto Tanoto merasa dirinya harus mengambil tanggung jawab. Agar kehidupan keluarganya kembali berjalan, ia mengambil alih pengelolaan toko keluarganya. Jadilah ia bekerja berjualan onderdil mobil, bensin, dan minyak tanah di sana.
Berada dalam kondisi sulit menyerupai itu bisa saja menciptakan Sukanto Tanoto menyerah. Ia tinggal menyesali dan menangisi kehidupannya. Namun, ia menentukan jalan sulit. Dengan berani ia menjalaninya sembari berusaha memperbaiki kondisi hidupnya.
Akhirnya keberhasilan memang selalu menghampiri orang yang tidak gampang menyerah. Ketika masih mengelola toko keluarganya, kesempatan untuk berbisnis sendiri tiba bagi Sukanto Tanoto. Ada seseorang yang menawarinya pekerjaan di sektor perminyakan. Hal itu menciptakan Sukanto Tanoto memulai perusahaan pertamanya yang bergerak sebagai general contractor dan supplier.
Bisnis pertama itulah yang karenanya membuka jalan bagi Sukanto Tanoto untuk mendirikan RGE. Pada 1972, ia menerima laba besar sebab krisis minyak di dunia. Dalam keadaan menyerupai itu, ia memanfaatkannya untuk memulai perjuangan gres bersama RGE pada 1973. RGE pun ia dirikan dengan nama awal Raja Garuda Mas.
Seiring waktu, RGE semakin berkembang. Mereka terus memperluas bidang bisnisnya. Kini mereka punya belum dewasa perusahaan yang bergerak dalam industri kelapa sawit, pulp dan kertas, selulosa spesial, serat viscose sampai energi.
Berkat itu, RGE sekarang berubah menjadi menjadi korporasi global. Mereka mempunyai aset senilai 18 miliar dolar Amerika Serikat dengan karyawan sebanyak 60 ribu orang. Cabang dan lokasi anak perusahannya pun tersebar di banyak sekali pelosok dunia mulai dari Tiongkok, Singapura, Filipina, Brasil, Kanada, sampai Finlandia.
MELEWATI BERAGAM TANTANGAN
Kesuksesan yang diraih Sukanto Tanoto dalam membesarkan RGE tidak diperoleh dengan mudah. Terdapat bermacam-macam tantangan yang mesti dilewatinya. Namun, sebab tidak gampang menyerah, kendala yang mengadang berhasil dilewati.
Contohnya ketika mulai menerjuni industri pulp dan kertas. Ia mendirikan perusahaan di Medan pada 1980 dengan investasi senilai 213 juta dolar Amerika Serikat. Di sana Sukanto Tanoto membangun pabrik bubur kertas dan serat rayon pengganti kapas. “Pertama kali saya melaksanakan investasu sebesar itu,” ungkapnya menyerupai dilaporkan oleh Finance Asia.
Namun, pada 1989, bencana alam dialami. Instalasi pengolahan limbah milik perusahaan Sukanto Tanoto jebol. Ini membuatnya terkena hukuman dari pemerintah. Perusahaannya ditutup dan menyebabkan kerugian sekitar Rp600 miliar.
Meski begitu, Sukanto Tanoto tidak menyerah. Ia masih ingin membuka bisnis pulp dan kertas sebab dinilai mempunyai prospek cerah. Pada 1993, Sukanto Tanoto kemudian mendirikan Grup APRIL dengan basis di Pangkalan Kerinci, Riau.
Di sana terdapat basis produksi yang terintegrasi dengan segala akomodasi mulai dari pabrik yang lengkap dengan instalasi pengolahan limbah sampai area perkebunan sebagai bahan. Sukanto Tanoto merancangnya sedemikian rupa dengan memperhatikan kegagalan sebelumnya.
“Hal yang saya pelajari dari sana (kegagalan sebelumnya, Red.), saya terapkan di Riau,” ujar Sukanto Tanoto.
Berkat kegigihannya tersebut, APRIL sekarang berkembang menjadi salah satu pemain besar dalam industri pulp dan kertas di Asia. Mereka bisa memproduksi 850 ribu ton kertas per tahun. Selain itu, produk-produknya menyerupai PaperOne sudah dijual di lebih dari 70 negara.
Namun, kegigihan Sukanto Tanoto paling besar terlihat ketika krisis finansial menerpa Indonesia pada 1997. Saat itu, dalam semalam, nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat turun drastis. Akibatnya biaya produksi serta utang mendadak meningkat pesat. Sebaliknya penjualan turun drastis.
Dalam kondisi menyerupai ini banyak sekali perusahaan di Indonesia yang bangkrut. Pemutusan Hubungan Kerja terjadi di mana-mana. RGE juga mengalami situasi yang sulit. Kebetulan ketika itu mereka tengah berinvestasi besar. APRIL tengah membangun pabrik.
Akan tetapi, krisis mengancam semuanya sampai gagal total. Dana proteksi senilai 1,3 miliar dolar Amerika Serikat tidak jadi datang. Padahal, pembuatan pabrik tahap pertama sudah dilakukan.
Akibatnya kala itu banyak mesin yang gagal datang. Kalaupun ada yang datang, tidak bisa dioperasikan sebab tidak ada pengelola serta suku cadangnya.
Dalam kondisi sulit menyerupai itu banyak hebat absurd yang pergi meninggalkan pabrik. Bahkan, ketika itu, perusahaan Sukanto Tanoto sempat berada dalam posisi kesulitan mempekerjakan pegawai biasa.
Beruntunglah Sukanto Tanoto tidak menyerah. Ia segera mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. Akhirnya Sukanto Tanoto menentukan melepas aset untuk membayar utang. Bersamaan dengan itu, ia bernegosiasi dengan bank untuk menjadwalkan utang-utang perusahaan.
"Salah satu prinsip bisnis saya ialah bahwa saya akan melunasi semua utang saya sebab dapat dipercaya sangat penting. Keputusan pertama saya ialah menjual pabrik di Changshu, Tiongkok untuk memperoleh uang tunai, yang merupakan sebuah keputusan yang sulit dan menyakitkan. Saya memakai uang tunai untuk membangun pabrik di Kerinci sehingga begitu pabrik mulai berproduksi, akan ada hasil untuk membayar utang,” ujarnya.
Berkat itu, Sukanto Tanoto mampu melepaskan diri dari krisis. Mereka tetap bertahan dan bahkan tumbuh semakin baik. Kondisi itu tak mungkin terjadi jikalau Sukanto Tanoto gampang mengalah ketika menghadapi tantangan. Seberat apa pun halangannya, ia akan berusaha menghadapinya.
Tidak ada komentar